Pemeran Pengganti di Perfilman Indonesia

Pemeran pengganti di perfilman Indonesia akhirnya sudah mulai dihargai oleh production house ( PH ) di ibukota. Ini tidak lain dari efek domino kesuksesan film The Raid yang notabene bergenre action yang sudah jelas memerlukan pemeran pengganti atau yang dikenal dengan sebutan stuntman untuk menggantikan beberapa adegan berbahaya yang bisa mencelakai aktor utama atau tokoh sentral dalam sebuah film. Terlepas dari unsur pemeran pengganti, peran fighter juga diperlukan dalam sebuah film yang bergenre action, tanpa adanya fighter dan stuntman yang terlibat, sungguh mustahil sebuah film action dapat mencapai hasil maksimal. Maka dari itu dalam artikel ini akan saya gabungkan penggunaan kata stuntman dan fighter, namun definisi dari kedua posisi terebut berbeda dan akan saya kupas secara terpisah.

Saya tidak bisa menguraikan secara detil tentang posisi pemeran pengganti di perfilman Indonesia di saat ini. Saya sendiri baru 7 tahun berkecimpung di dunia pemeran pengganti dan merasa belum begitu maksimal dalam menjalaninya dikarenakan posisi saya saat ini di Surabaya dan sungguh jauh dari pusat perfilman yakni Jakarta yang merupakan gudangnya PH baik yang asli maupun PH abal-abal. Namun saya akan sedikit menceritakan kondisi pemeran pengganti pada masa saya dan juga beberapa senior diatas saya waktu itu. Jika nantinya ada sesuatu yang salah, mohon kiranya untuk dikoreksi agar saya bisa segera meralatnya.

Menjadi Pemeran Pengganti

Saya pada saat pertama kali berkecimpung di dunia perfilman, niat saya memang untuk mengambil posisi pemeran pengganti yang sebenernya banyak dijauhi oleh para pemain pendatang baru karena kebanyakan pendatang baru yang ingin memasuki dunia perfilman didominasi oleh keinginan terkenal dan populer ( stuntman mana populer hehehe ). Namun, saya sendiri tidak pernah terlintas di pikiran untuk menjadi pemain atau aktor film, waktu itu bagi saya cukuplah menjadi seorang stuntman karena itu pernah saya cita-citakan sejak kecil. Anda bisa membaca lebih lengkap tentang awal karir saya menjadi seorang stuntman di Jakarta.

Saya akan melanjutkan poin selanjutnya yaitu kehidupan pemeran pengganti. Saat itu sosok pemeran pengganti lokal sedikit terpinggirkan dikarenakan ada PH yang mempekerjakan fighter dan stuntman dari luar negeri khususnya dari China. Padahal saya yakin, stuntman Indonesia tidak kalah hebat dengan stuntman impor tersebut. Pernah suatu waktu saya berkunjung ke studio TVRI di Depok untuk melihat lokasi shooting salah satu sinetron laga yang sempat populer di era 2006 – 2007an. Saya melihat sendiri beberapa orang yang beda dari yang lainnya karena tampilan dan juga dari bahasa mereka. Usut punya usut ternyata mereka adalah tenaga kerja yang diimpor khusus dari Hongkong untuk menjadi fighter dan stuntman di sinetron tersebut. Saya sempet gusar waktu itu, apakah fighter dan stuntman Indonesia tidak cukup mumpuni untuk melakoni adegan demi adegan dan gerakan demi gerakan yang diberikan oleh instruktur fighting di film / sinetron Indonesia ?. Saya rasa tidak, karena saya yakin bahwa banyak fighter dan stuntman Indonesia yang juga memiliki kemampuan sama dan sebanding dengan mereka, hanya saja dikarenakan labelnya lokal akhirnya pihak PH yang notabene pengguna jasa mereka sedikit kurang memperhitungkan. Nah dengan munculnya rekomendasi yang terkadang datang dari sutradara / instruktur fighting ( tentunya yang asli Hongkong juga ) untuk menggunakan jasa fighter / stuntman dari luar, PH pun tertarik. Gayung pun bersambut, PH akhirnya mengontrak mereka walau harus merogoh dana yang hampir 4 – 5x lipat dari honor untuk mengontrak fighter lokal. Okelah mungkin mereka ingin menghasilkan karya yang hebat dan tidak main-main, namun apakah dengan meng-anak emaskan kru impor dan menyebabkan ketimpangan sosial yang tinggi dari 2 kelompok tersebut adalah sesuatu hal yang bisa dibanggakan. Sekilas cerita tentang salah satu fighter dan stuntman tentang kemampuan minimnya adalah saya sendiri. Saya sendiri sudah kenyang dimaki-maki oleh sutradara yang menilai kemampuan saya sangat minim dan kurang bisa dijual untuk daya tarik jika memaksakan. Saya terima kenyataan tersebut walau hari demi hari makanan saya ada menu tambahannya yakni makian dari sutradara hehehe. Namun satu yang saya banggakan, walau tiap hari dimaki-maki dan dikatakan bodoh, beliau tetap menggunakan tenaga saya dan tidak menggantinya dengan yang lain hehehe. Ini bukti bahwa walau dengan skill yang masih jauh dengan yang diharapkan, namun jika kita terus giat berlatih, sutradara akan menilai dengan sendirinya. Makian dan omelannya tidak lain tidak bukan hanyalah bahan bakar pemacu semangat hehehe.

Kembali ke laptop, seiring dengan perkembangan skill dan tekhnik yang dimilik oleh fighter dan stuntman lokal, akhirnya PH pun kembali mempekerjakan mereka dan tentunya dengan honor yang layak. Ini juga dilakukan kemungkinan karena dana produksi yang terus membengkak jika mempekerjakan tenaga impor. Belum nantinya jika status mereka dipertanyakan oleh kantor imigrasi dan lembaga-lembaga terkait berkaitan dengan status mereka sebagai warga negara asing yang bekerja di Indonesia.

Pemeran Pengganti dimasa kini.

Sekarang, hampir 6 tahun berlalu sejak kunjungan saya ke lokasi shooting tersebut, posisi pemeran pengganti di Indonesia sudah membaik bahkan semakin membaik dan sangat diperhitungkan. Hal inipun akhirnya mendorong pendatang-pendatang baru yang berniat untuk menjadikan fighter / stuntman sebagai batu loncatan untuk menuju posisi yang lebih strategis atau utama yaitu aktor, pelan tapi pasti menurut mereka. Saya yakin, dengan boomingnya film The Raid, pasti akan banyak menyusul film-film lainnya yang juga akan memiliki genre action. Salah satunya adalah film Berandal yang sudah siap untuk melakukan proses pra produksi yang merupakan debut kerjasama ke-3 kalinya antara Iko Uwais dan Gareth Evans dibawah naungan PT. Merantau Film. Terus bagaimana dengan PH lain yang akan memproduksi film action juga? Apakah mereka mampu menandingi kedahsyatan The Raid ? Tentu saja mampu jika PH tersebut mampu memanajemen sistem dengan baik terutama untuk fighter dan stuntman yang akan terlibat dalam filmnya. FYI, untuk film Merantau, Iko Uwais dan tim melakukan latihan intensif hampir 4 bulan, bahkan untuk The Raid hampir 6 bulan lamanya, termasuk proses bootcamp, latihan di markas salah satu kesatuan TNI ( mohon dikoreksi jika ada salah ya ).

Harapan saya saat ini adalah semoga posisi pemeran pengganti di Indonesia akan semakin bertengger kokoh dan menjadi tuan rumah di negeri sendiri, amin. Tidak lupa kemunculan pemeran pengganti di era Warkop, Barry Prima, Willy Dozan sangat dinantikan, semoga kelak ada PH yang akan mengkaryakan dan mempekerjakan para pioneer-pioneer di dunia film action Indonesia itu. Jasa mereka sangat besar bagi perfilman Indonesia, maka sudah selayaknya mereka mendapatkan apresiasi. Saya sendiri ingin sekali bersilaturahmi dengan para fighter dan stuntman kawakan tersebut. Saat ini hanya beberapa yang baru bisa saya temui secara langsung, masih banyak yang belum bisa ditemukan. Demikianlah sedikit informasi singkat tentang posisi pemeran pengganti di perfilman Indonesia dulu dan kini, semoga bermanfaat bagi anda.

Proses Awal Menuju The Raid 2 : Berandal
Jasa Timbang Berat Badan Keliling
Please sharing if you like :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *