Gerobak Keadilan Indra Aswan dari Malang ke Jakarta – Waktu telah menunjukkan pukul 7.30 pada Minggu pagi, 2 Maret 2014. Saya sudah bersiap untuk berangkat kembali ke Jakarta karena hari Senin pagi ada acara wawancara dengan salah satu televisi yang kebetulan mengangkat tema tentang stuntman. Setelah semua perlengkapan dicek dan segala keperluan sudah dibawa, saya pun berangkat tepat pukul 7.30 tentunya dengan mendapat restu dari ibu agar perjalanan kali ini lancar tiada halangan. Sengaja saya memilih lebih pagi untuk berangkat karena ingin menikmati perjalanan dan juga menghindari lubang-lubang neraka di sepanjang jalur pantura Pemalang – Jakarta.
Gerobak Keadilan Indra Aswan dari Malang ke Jakarta
Kurang lebih setelah 1 jam perjalanan, tepatnya setelah melewati terminal kota Tegal dan hendak masuk ke kabupaten Brebes saya melihat gerobak yang ditarik oleh seorang bapak tua sekitar 50 tahunan usianya yang ada di pinggir jalan namun agak mencolok karena warna dan ada bendera merah putih. Sesaat saya hanya berpikir bahwa itu gerobak pemulung seperti biasa, namun begitu saya melintas saya terhenyak dengan tulisan yang ada disisi gerobak tersebut. Saat melihat yang menarik gerobak adalah seseorang yang pernah saya liat di sebuah tayangan televisi. Yak ternyata beliau adalah bapak Indra Azwar, seorang bapak asal kota Malang yang sejak tahun 1993 berjuang mendapatkan keadilan untuk pelaku tabrak lari putra nya hingga meninggal yang merupakan oknum perwira polisi yang hingga kini tidak pernah tersentuh oleh hukum. Setelah melewati gerobak pak Indra, saya berpikir bahwa ini pengalaman yang belum tentu saya temui lagi, saya bertemu dengan sosok yang berani mendobrak sistem peradilan di negeri ini. Tadinya sempat berkecamuk di pikiran bahwa saya jam 3 harus sampe di Jakarta agar istrihat cukup untuk aktifitas esok harinya, namun rasa ke’kepo’an saya yang begitu tinggi akhirnya saya segera mencari putaran balik untuk menemui pak Indra.
Singkat kata saya sudah muter balik dan berada dibelakang Gerobak Keadilan pak Indra Azwan. Saya menyamakan kecepatan sepeda motor saya agar bisa sejenak meminta pak Indra untuk berhenti sebentar, permintaan saya tidak digubris oleh beliau. Akhirnya saya membuka helm dan bilang ke beliau bahwa saya adalah wartawan ( maaf ya pak, tapi jujur saya memang blogger yang suka menulis walaupun bukan sekelas wartawan ). Setelah mendengar saya wartawan akhirnya beliau menunjukkan isyarat agar nyebrang ke sebuah SPBU yang kebetulan ada di depan kami. Setelah kami menyebrang, saya segera memarkirkan kendaraan dan menunggu gerobak pak Indra. Saya amati beberapa karyawan SPBU dan juga pengunjung yang sedang mengisi bensin melihat ke arah pak Indra dengan gerobaknya. Sesaat setelah berhenti beberapa orang datang untuk melihat dan sambil bertanya-tanya darimana. Pak Indra menjawab dengan tegas dan tidak basa basi, beliau jawab apa yang ditanyakan. Akhirnya setelah mendapat kursi yang nyaman untuk berbincang-bincang saya meminta beliau untuk duduk bersebelahan dengan saya.
Saya membuka pembicaraan dengan permohonan maaf bahwa saya bukan wartawan, namun saya blogger lepas, saya penulis lepas yang mana saya berikan perbedaannya dengan wartawan. Saya katakan kepada beliau jika wartawan menulis, masih ada editing dan editorial sebelum tulisannya dimuat. Begitu juga wartawan-wartawan media online yang ada, mereka tetap melalui proses editorial apakah layak dipublikasikan ataukah memerlukan perubahan isi tulisannya. Nah sehubungan saya penulis lepas, freelance blogger yang menulis untuk blog saya sendiri, menulis untuk memberikan info secara telanjang bulat karena sayalah editornya secara langsung. Saya menulis apa yang dilihat oleh mata dan apa yang didengar oleh telinga dan apa yang dirasakan oleh lidah saya. Beliau sepertinya sudah memahami apa yang saya maksud jadi tidak canggung untuk ngobrol langsung dengan saya.
Saat bertemu dengan saya, itu merupakan hari ke 21 bagi pak Indra Azwan sejak pertama kali menarik gerobak keadilan miliknya dari kota Malang yang dimulai dari tanggal 10 Februari kemaren. Ini adalah perjalanan ke-5 kalinya beliau ke Jakarta untuk menemui presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam rangka proses pencarian keadilan bagi kasus tabrak lari anaknya hingga kini. Sungguh miris juga ya seorang warga negara yang berjalan kaki dengan jarak 900 kilometer untuk bertemu dengan presidennya dan ini terjadi untuk ke-5x nya. Apakah yang salah dengan negeri ini, apakah para pembesar negeri ini kurang peka untuk mendengarkan keluh kesah salah satu rakyatnya saat melakukan perjalanan pertama kali dari Malang ke Jakarta hanya untuk bertemu presidennya. Apakah perlu sampe jalan kaki sejauh itu hingga 100x agar hati nurani mereka terbuka dan luluh untuk turut memperjuangkannya, hanya Allah dan mereka sendiri yang tahu.
Perjalanan kali ini sangat berarti bagi pak Indra yang mana perjalanan sebelumnya sebanyak 4x hanya berjalan kaki dengan membawa bekal seadanya, kali ini beliau membawa sebuah gerobak yang dengan bangga diberi nama Gerobak Keadilan. Beginilah bentuk gerobak yang dibawa serta oleh pak Indra dalam perjalanan dari Malang ke Jakarta.
Gerobak Keadilan Indra Aswan dari Malang ke Jakarta

Tampak Depan

Tampak Samping Kanan

Tampak Samping Kiri

Tampak Belakang

Dari Kejauhan
Saat berbincang-bincang dengan pak Indra saya banyak bertanya kepada beliau tentang keperluan dan perlengkapan selama melakukan perjalanan. Beliau menceritakan bahwa perjalanan kali inii memang agak berat mengingat kondisi jalanan dan cuaca yang tidak seperti perjalanan sebelumnya. Namun semangat beliau tidak pernah terpatahkan demi mencapai tujuan akhirnya yaitu keadilan. Selama perjalanan beliau mengumpulkan kardus dan barang-barang bekas layaknya seorang pemulung untuk dijual. Ternyata hasil penjualan tersebut beliau gunakan untuk diberikan kepada presiden SBY sebagai pesangon bagi presiden yang sebentar lagi akan selesai menjalankan tugasnya sebagai presiden Republik Indonesia. Dalam perjalanan sebelumnya pak Indra juga selalu memberikan sumbangan untuk presiden yang diterima oleh staf istana langsung ( ada buktii cap dari istana merdeka ). Yang menarik perhatian saya adalah disamping uang yang diiberiikan oleh pak Indra, ada juga beberapa alat kosmetik, korek kuping dan beberapa uang asing yang mana semuanyaa diberikan untuk presiden SBY. Saya sempat meminta ijin kepada beliau untuk mengabadikan tulisan-tulisan itu. Ini penampakannya :
Selain itu, pak Indra juga membawa piagam yang beliau bikin sendiri dan diberikan spesial untuk bapak presiden Republik Indonesia. Saya tidak tega untuk menulisnya jadi lebih baik anda liat sendiri penampakannya.

Piagam

pak Indra dan Piagam untuk SBY
Rasa keingintahuan saya semakin tinggi mengingat apa yang pak Indra lakukan yaitu perjalanan yang sebegitu jauhnya pasti membutuhkan stamina yang prima dan bekal yang tidak sedikit. Ternyata untuk tenaga, beliau menggunakan madu yang sudah dikemas dalam botol kemasan, susu sachetan dan juga tentunya air mineral. Pak Indra sengaja membawa bekal sendiri dari rumah dan uang hasil penjualan 100% akan diserahkan sebagai pesangon untuk presiden SBY yang niat itu keluar saat pak Indra mendengar berita tentang keluhan presiden yang gajinya tidak pernah naik. Selama perjalanan, pak Indra selalu menginap di SPBU. Beliau bercerita bahwa banyak sekali yang menawarkan tempat untuk menginap dan istirahat namun beliau dengan halus menolak tawaran yang diberikan. Beliau lebih memilih untuk tidur di tempat umum dan tidak memberatkan orang lain.
Salah satu hal yang saya tanyakan kepada beliau adalah apakah ada pihak yang berusaha mematahkan semangat perjuangan ini ? Beliau menjawab bahwa banyak pihak-pihak yang berusaha mematahkan semangat beliau. Untungnya bentuknya tidak sampai berupa ancaman maupun intimadasi, hanya berupa usaha untuk melemahkan niat beliau saja. Mungkin hal itu yang menyebabkan beliau tidak mau berhenti saat saya mengajak bicara untuk pertama kalinya. Menurut beliau, tidak ada yang bisa mematahkan semangatnya hinggaa tercapai, beliau tidak menyebutkan aparat atau siapapun karena bertemu hanya ssingkat dan di jalan, sama halnya seperti saya bertemu dengan beliau hanya saja saya ingin ngobrol panjang lebar tentang perjuangannya.
Sambil mencatat inti pembicaraan kami di handphone, saya menanyakan tentang hal yang mungkin agak sensitif yaitu masalah dendam. Saya yakin tidak semua orang bisa menahan kesabaran seperti pak Indra Azwan ini. Saya sendiri mengambil contoh untuk diri sendiri, jika hal tersebut menimpa pada diri saya sendiri dan tatkala hukum sudah tidak bisa diandalkan mungkin saya akan menggunakan segala cara untuk mencari keadilan termasuk main hakim sendiri bagaimanapun caranya. Entah kekuatan apa yang ada pada diri pak Indra sehingga beliau sanggup menahan kesabaran hingga 21 tahun lamanya. Namun saat membicarakan tentang presiden SBY, beliau agak emosi dengan nada bicara yang tinggi dan berbicara sambiil meledak-ledak. Beliau secara blak-blakan menyinggung tentang presiden SBY yang disebutnya adalah presiden pesolek bahkan sampe menyebut presiden banci. Pergantian wakapolri yang sekarang juga terang-terangan beliau singgung, pak Indra mengklaim tau tentang jatidiri wakapolri sekarang.
Saya bisa memahami amarah yang ada pada pak Indra karena bagaimana tidak, sudah 4x bertemu namun hingga kini tidak ada kejelasan tentang status hukum dari pelaku tabrak lari tersebut. Bahkan pernah pada suatu waktu kedatangan ke istana, beliau diberi uang 25 juta yang akhirnya dikembalikan secara utuh ke pihak istana. Saya sambil sesekali mencatat tapi tetap fokus mendengarkan apaa yang beliau bicarakan.

Bersama pak Indra Azwan
Saya juga sempat berfoto bersama dengan pak Indra sebagai-kenangan dan juga bisa mengingatkan arti sebuah perjuangan. Saya jadi termenung apakah kelak saya bisa memiliki semangat yang sama atau minimal mendekati semangat beliau. Tidak usah dimasa mendatang deh, saya berbicara di masa sekarang, apakah saya menerapkan untuk perjuangan saya sehari-hari untuk masa depan ? Wallahu a’lam bissawab. Setelah mendapatkan kisah yang penuh motivasi dan inspirasi ini, saya akhirnya kembali bersiap-siap untuk melanjutkan perjalanan. Tidak lupa saya menyisihkan sedikit rejeki untuk pak Indra sebagai bekal di perjalanan. Namun pertemuan saya dengan pak Indra, pembawa Gerobak Keadilan dari Malang menuju Jakarta tidak berhenti sampai disitu. Baru 5 menit saya diatas motor dalam perjalanan menuju Jakarta, saya menjumpai sesuatu yang menurut saya akan tepat sekali bila pak indra melintas di sebuah acara di tengah kota Brebes ini. Silahkan baca di artikel saya selanjutnya ya. Jika berkenan, mohon kiranya agar anda membagikan catatan ini melalu media sosial baik Facebook, Twitter, Google + maupun LinkedIn.
Terimakasih buat #SupportEbesIndra #RespectForIndraAzwan
Tetap Semangat!!!!
Terima kasih juga sudah mampir kemari mas, ada 4 artikel yang akan saya publish kok mas.
Salute #supportebesindra. Banyak hal yang bisa diambil hikmah dari momentum perjalanan Ebes #IndraAzwan #MencariKeadilan. Semoga menjadi inspirasi bagi para pembaca. Tetap Semangat!!!